0

Penalaran Visual bagi Calon DKV

Banyak yang bertanya, kalau masuk DKV itu ngapain sih? Jawabannya bisa bervariasi, tetapi ada juga yang menanyakan kenapa ada mata kuliah menggambar kalau masuk DKV. Bentuk karya dalam DKV itu karya adalah visual, jadi wajar kalau pada dasarnya calon DKV harus bisa memvisualkan imajinasi ke dalam gambar melalui gambar manual walaupun hanya berupa sketsa. Ide bisa muncul dimana saja, jadi tidak mungkin menunggu untuk dituangkan dalam komputer atau mencatat gambaran bayangan visual yang menjadi ide utama sebuah karya, maka tidak jarang seorang desainer mempunyai buku sketsa yang dibawa-bawa kemana-mana.

Menggambar berarti sudah berbicara masalah kebakatan, tetapi menggambar dengan baik saja tidak berarti sudah cocok di bidang DKV. Sesuatu yang tidak tampak ini adalah tingkat penalaran pada objek visual dan menggambarkannya dalam sebuah karya 2D maupun 3D dengan tepat. Seperti kita menyusun kata-kata, apa yang ingin sebenarnya kita sampaikan bisa menjadi berbeda apabila kita mengucapkannya dengan nada dan kata-kata yang tidak tepat. Komunikasi visual berarti mampu mengkomunikasikan sebuah visual kepada masyarakat secara tepat guna, efisien, dan sesuai maknanya. Disini ditemukan bahwa penalaran visual diperlukan untuk calon desainer komunikasi visual, sederhananya bagaimana dia bisa mendesain hal yang baik dan menarik apabila memvisualisasikan imajinasinya sendiri tidak bisa?

Penalaran visual berarti berbicara masalah nalar dalam diri manusia dalam menangkap sesuatu, kejadian, peristiwa, kata-kata, dan sebagainya. Bahkan gambar fantasi pun harus bisa ditangkap oleh nalar manusia sebagai hal yang alami, fantasi sendiri juga tidak bisa ngawur dalam komposisi objeknya, atau penempatan distorsi gambarnya. Gambar yang tidak sesuai nalar maka menimbulkan ketidaknyamanan dalam menikmati sebuah visual, tidak sesuai nalar namun berestetika masih menjadi estetika negatif dan masih bisa dinikmati, namun gambar yang tidak sesuai nalar manusia dan tidak memiliki estetika membuat orang menjadi kurang bisa menikmati bahkan tidak akan menoleh hanya untuk melihat sekilas saja.

Ada juga pendapat, kalau tidak bisa menggambar kan masih bisa membuat lewat teknologi grafis yang ditawarkan oleh produser software grafis dan computer? Namun pada akhirnya perkembangan teknologi bisa menjadi pedang bermata dua, secara sebuah kasus seseorang yang penalaran visualnya kurang dia bisa terlena dengan kemudahan teknologi dalam membuat dan merancang hasil visualisasinya jadi tidak murni hasil visualisasi imajinasinya yang sebenarnya. Namun bagi yang bisa memanfaatkan teknologi dengan benar bisa menunjang performasi dengan lebih baik.

Jadi apakah yang tidak bisa menggambar tidak bisa masuk DKV? Bisa iya bisa tidak, karena kembali pada hal yang tidak tampak tadi, tingkat penalaran visual untuk menjadi calon desainer harus bisa melebihi tingkat rata-rata orang lain. Gambar sketsa yang tepat dan benar walaupun sulit untuk dilihat bisa menjadi karya final yang luar biasa, hal ini karena sketsa tersebut mampu mendukung penalaran visual oleh desainer untuk mengolahnya menjadi hasil final karya. Bayangkan bila sketsanya saja tidak tepat, komposisi, keseimbangan, dan layout masih separuh-separuh atau justru kurang tepat, pada akhirnya sketsa tersebut tidak akan banyak membantu untuk mengeksekusi karya karena desainer jadi berpikir dua kali untuk menyelesaikan hasil final, kasus seperti ini saja bisa variatif hasil akhirnya, karya bisa menjadi tidak tepat dari ide semula atau melenceng dari ide semula dan nilainya bisa menjadi lebih bagus atau lebih buruk.

Bisakah penalaran visual ini dilatih? Seharusnya bisa, namun masih belum dibuktikan apakah penalaran tiap orang itu adalah bakat atau kepandaian yang mampu berkembang atau sudah menjadi bawaan yang dimiliki sejak lahir sesuai dengan tingkat kecerdasan pola pikir, seperti IQ atau SQ.
0

Seni Grafis

Aiihh.... Tanpa sadar dah luama gak update blog... Swt... Emang sih, siapa yang baca blogku? Orang online jarang, isinya FBan doang *damn U FB!!* What now? What now?

Sayah syudah jadi mahasiswi S2 di ISI Djogja loh! Kaget? Saya sendiri juga kuaget kok, ngapain sih S2, mending kerja dapet duit hhahaha... But knowledge is far more precious than money, cuz we can earn money by work not wisdom that we should seek within ourself.

Nah, ok deh, admit aja ambil S2 ini gara2 fakultas nuntut supaya semua dosen S2 hehehe... Tp dalam hati kecilku pingin banget belajar lg *cieee.... Cueeeh...* Ya iyalah, kan mawnya sekolah mpe luar negeri!!! Dibayarin lagi!!!! Eehh!!! Gara2 dilarang Ngkong tersayang jadinya 'ndeprok' (bhs.jawa artinya terdampar duduk dipojokan kayak anak kucing khilangan induknya) di Djogdjakarta kotanya seni, isinya kan seni semua tuh dari seni musik, seni kriya, seni rupa mpe seni-seni yang lain. Ngambilnya juga nggak kalah aneh hahahaha.... jurusan Penciptaan Seni, minat utama Seni Grafis. Seni Grafis? Apaan tuh??

Akunya yang daftar aja kliru wakakakak.... Kirain mothernya Desain Grafis ternyata emang beneran, cuma sayangnya gak kebayang klo mpe segitunya! Tau knapa? Cuz pakenya Teknik Cukil kayu! Teknik Screen Print (bahasa gaulnya Sablon)! Intaglio, Mezzotint (apaan tuh? Hahahah...) Tapi belajar hal baru itu menyenangkan kok, biar pun cape, kondisi bisa jadi labil lagi kek usia 17 th tapi namanya jg manusia wahahahaha....

Jadilah daku sekarang, bermetamorfosis jadi tukang cukil halah... Seniman Grafis *urgh... Gaya amat!* Yah gimana gak 180 derajat beda abis? Asalnya aja Deskomvis, advertising lagi, plus komikus dadakan ya... Jadi makhluk ecek2 di jurusan baru, yg tyt manusianya juga nggak kalah langka, sekelas cuma 3 orang, dr total jumlah mahasiswa 75 orang yang terbanyak seni lukis.

Belajar ilmu mbah2annya si printer laserjet ini ternyata gampang2 syusah, gimana nggak peralatannya aja njlimet, perlengkapannya gak kalah ribet, ditambah lagi biayanya juga gak kalah bikin ribut kantong jadi langsing lepek. Klo dikomentarin 'yaelah, ngapain ribet gitu, buatin k orang kan juga bisa' aduuhhh.... Masalah utamanya adalah, saya ini suka apa2 bisa buat sendiri dulu, baru ntar klo minta dibuatin orang terserah deh *cuma setengah hati* jadi separuhnya minta dibantu tapi 75% harus buat sendiri.

Alhasil karya masi pas2an disuruh pameran, ah tebal muka ajah yang penting pede orang itu juga hasil perjuangan napa pusing? :D
0

Kamera baru coy! *halah... biasa aja lagi*

Fotografi adalah mata kuliah yang termasuk unik dalam dunia pendidikan, menurutku pribadi. Karena sepertinya mudah, tapi sensitif sekali.

Orang hanya berpikir, kamera adalah kemudahan dalam menangkap sebuat citra/gambar/apa pun manusia menyebutnya itu.

Kemudian tidak terpikir, bagaimana ajaibnya kotak kecil itu dapat menghasilkan gambar foto yang sama persis dengan yang dibidik? terpikirkah Anda bagaimana manusia sangat jenius dalam penciptaan ketika semuanya menuntut mereka untuk berpikir?

Terlepas dari itu, seni dalam fotografi bukan dalam meng-editnya. Namun dalam workshop yang diberikan oleh Chief Editor Kompas, Bapak Arbain Rambey, mengatakan bahwa dalam fotografi digital suatu editing foto adalah suatu keharusan. Dalam artian adalah menyempurnakan foto tersebut, bukan mengganti atau memanipulasi foto. Mungkin akan berbeda konteks dalam dunia advertising menggunakan foto yang diharuskan menghasilkan foto yang kadang diluar batas logika.

maka saya pahami bahwa mengedit foto hanyalah sebatas menyempurnakan dan memberikan sentuhan baru. Yang namanya timing, moment, dan pencahayaan tentu saja itu ada di dalam keahlian yang dimiliki oleh fotografer itu sendiri. Bila terjad setting foto, itu pun adalah skill yang dimiliki oleh fotografer tersebut.

fotografi cukup menarik bagi saya. Namun saya tetap tidak memungkiri kecintaan saya terhadap ilustrasi dan komik hehehe...

fotografi ok lah! i want to learn more!
1

Tipografi oh tipografi.... ~apa kata dunia...

Kenapa sih Tipografi dianggap penting di Desain Komunikasi Visual?
Tapi gak semua orang paham akan hal itu?

Unsur dalam desain itu salah satunya adalah HURUF
Kalau kita berbicara tentang huruf, rasanya kok sepele banget
Padahal kalau sebuah tulisan itu adalah hal yang sangat gamblang dalam berkomunikasi

Huruf itu ada berbagai jenis. Mungkin untuk dunia serba instan, orang dengan mudah tinggal ambil dari internet, atau komputer aja kan uda ada font nya
Tapi siapa sih yang ciptakan jenis-jenis huruf itu?
Tidak lain dan tidak bukan (?) adalah TIPOGRAFER
yang notabene kerjanya ya bereksperimen dengan TIPOGRAFI

Orang tidak akan menganggap Spiderman modern, kalau jenis hurufnya kuno kayak zaman koboi
Orang tidak akan menganggap Titanic ada di jaman kuno, kalau jenis hurufnya modern banget kayak di film Matrix

ya kan?

(to be continue)
PS. ngantuk soale...

amelia rukmasari s., S.Sn.
0

What We Do…

Mau jelasin DKV itu ngapain?

Yang jelas DKV akan meneliti titik-titik permasalahan yang ada, entah itu adalah segi penjualan, segi penyampaian pesan, segi penyampaian informasi, segi artistik, segi norma-norma, segi psikologi, dan segi-segi-segi-segi lain. KENAPA? orang kadang melupakan, DKV bukan seniman murni, DKV memiliki prinsip kerja sendiri, sehingga dituntut memiliki kemampuan untuk membaca suatu masalah tidak hanya harafiah saja.

Yang jelas DKV itu mencari referensi… referensi suatu kejadian, referensi suatu iklan, referensi suatu tulisan, referensi suatu jenis huruf, referensi suatu keilmuan (mungkin di luar DKV), referensi gaya gambar yang sudah ada (art nouveau, pop-art, art deco, retro art, vector art, street art, dll dll dll), apa pun referensi adalah yang tidak menyimpang dari inti permasalahan yang ada. KENAPA? banyak orang malas mencari referensi hanya akan berakhir dengan hal-hal yang bersifat umum karena setelah dibuat ternyata sudah pernah ada yang mengkaryakan. Dengan memiliki pengetahuan referensi yang luas, IDE menuntut kita berpikir lebih maju dan orisinil.

Yang jelas DKV itu mengamati… suka sekali mengamati, entah itu fisik orang (hidung, mulut, mata, tangan, kaki, kutil lalala…), entah itu benda-benda (mobil, bunga, hp, upil, lalala…), entah itu hewan-hewan termasuk serangga (kucing, anjing, ternak, kepiting, lalala…) KENAPA? karena semua itu hanyalah salah satu sumber dari IDE yang bisa muncul kapan saja.

Yang jelas DKV itu merekam semua diatas itu tadi… entah itu dalam bentuk gambar (sketsa, gambar real, lalala lah….), entah dalam bentuk coret-coretan (tulisan dokter kali…), dengan kamera, dengan hp, dengan apa pun lah itu media rekam bisa dipake pasti dipake semua. KENAPA? karena IDE juga bisa hilang begitu saja gara-gara hal sepele, yaitu kita lupa!

Yang jelas DKV akan mendesain suatu rancangan solusi permasalahan yang dari pertamanya diperoleh dengan berbagai media sesuai dengan kemampuan dan spesialisasi yang dimiliki oleh seorang DKV. Apakah itu? Media cetak bisa. Media rekam bisa. Media gambar bisa. Media lukisan bisa. Media cetak digital bisa. Media… Media… Media… Seandainya bisa memasang karya di tubuh seekor sapi yang mau disembelih itu efektif untuk iklan budayakan hidup vegetarian, maka sapi juga bisa jadi media DKV (hahahahaha….)



So.. I think tat wat we do… at least one thing tat we do…



amelia rukmasari s., S.Sn.
2

mempelajari DESAIN

Waktu aku masuk ke Desain Komunikasi Visual, masuk ke kelas pertama kali, seorang dosen bertanya pada kami “Apa tujuan kalian masuk Desain Komunikasi Visual?”

“Suka nggambar, pak!”

“Suka desain, pak!”

“Nggambar komik, pak!”

Terus pak dosen itu langsung berkata, “Kalau kalian cuma pingin bisa nggambar, nggak usah masuk DKV!”

Waktu itu aku baru bertanya-tanya lagi, “terus DKV itu mempelajari apa? Apa tidak menggambar?”

Yang masuk DKV belum tentu orang yang bisa menggambar komik, atau menggambar ilustrasi ekspresif saja. Bagi dosenku, orang yang masuk ke DKV adalah orang memiliki ‘IDE’ bukan cuma ‘ide’.

DAN

Desain Grafis tidak sama dengan DKV

Kenapa DKV memiliki title S1, sedangkan Desain Grafis D3? Karena isi/konten yang disajikan untuk memahami seni berbeda. Kesimpulan dari saya pribadi adalah; DG cenderung ke arah teknisnya saja, namun mahasiswa tidak dituntun untuk menyelami sense dari seni itu sendiri. Sedangkan DKV sebaliknya, mereka adalah konseptor, selain mendalami sense of art dalam diri mereka, mengembangkannya, mengaplikasikannya, dan berkonsep kuat.

Ketika orang-orang menyamakan Desain Grafis dengan DKV, perbedaan mereka menjadi rancu. Nama DKV justru tenggelam dalam pengertian yang salah.

Jadi sekali lagi, DKV tidak sama dengan Desain Grafis. Kedua desain ini sama seperti isi buah (DKV) dan kulitnya (DG).

Sebelum masuk ke Dunia DKV, pertimbangkan keinginan dan minat terhadap seni, belajar menggambar, dan menalarkan daya seni dalam diri sendiri. Disitulah kita akan menemukan keindahan dari permainan DESAIN.

amelia rukmasari s., S.Sn.
 
Copyright © DesKomVis